علينا بحسن الظن
HENDAKLAH KITA SELALU BERBAIK SANGKA
أحس رجل بأن عاملاً فقيراً يمشى خلفه .. فقال الرجل فى نفسه:
Seorang pria merasa bahwa pekerja miskin berjalan di belakang-nya. Pria itu berkata dalam hatinya:
“هؤلاء الشحاذيين دائماً يلاحقوننا ليطلبوا مزيدا من المال..! “
“Para pengemis selalu mengejar kita untuk meminta lebih banyak uang…!”
فقال العامل الفقير للرجل: عفواً يا سيدي .. محفظتك سقطت منك ..
Katan pekerja miskin kepada laki-laki itu: Maaf tuan … Dompet Anda jatuh dari saku anda ..
.
.الحمة
Hikmahnya :
هل عودت نفسك على حُسن الظن بالاخرين ؟
Apakah Anda membiasakan diri untuk husnudhon / berbaik sangka kepada orang lain?
فــ لتحسن الظن وتبدى حُسن النيه الى ان يثبت العكس
Karena itu hendaklah kita selalu berbaik sangka sehingga niat kita juga
menjadi baik jangan sampai kebalikannya … ( selalu berburuk sangka
sehinggaapa yg terbersit dlm hati kita menjadi jelak
ingatlah Firman Allah Berikut ini :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
““Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah oleh kalian kebanyakan dari
persangkaan (zhan) karena sesungguhnya sebagian dari persangkaan itu
merupakan dosa. ” (Al-Hujurat: 12)
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman melarang hamba-hamba-Nya dari banyak persangkaan, yaitu
menuduh dan menganggap khianat kepada keluarga, kerabat dan orang lain
tidak pada tempatnya. Karena sebagian dari persangkaan itu adalah dosa
yang murni, maka jauhilah kebanyakan dari persangkaan tersebut dalam
rangka kehati-hatian. Kami meriwayatkan dari Amirul Mukminin Umar ibnul
Khaththab radhiyallahu ‘anhu beliau berkata, ‘Janganlah sekali-kali
engkau berprasangka kecuali kebaikan terhadap satu kata yang keluar dari
saudaramu yang mukmin, jika memang engkau dapati kemungkinan kebaikan
pada kata tersebut’. ” (Tafsir Ibnu Katsir, 7/291)
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu pernah menyampaikan sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbunyi:
إِيَّاكُمْ
وَالظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْثِ، وَلاَ تَحَسَّسُوْا،
وَلاَ تَجَسَّسُوْا، وَلاَ تَنَافَسُوْا، وَلاَ تَحَاسَدُوْا، وَلاَ
تَبَاغَضُوْا، وَلاَ تَدَابَرُوْا، وَكُوْنُوْا عِبَادَ اللهَ إِخْوَانًا
كَمَا أَمَرَكُمْ، الْمُسْلِمُ أَخُوْ الْمُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ، وَلاَ
يَخْذُلُهُ، وَلاَ يَحْقِرُهُ، التَّقْوَى هَهُنَا، التَّقْوَى ههُنَا
-يُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ- بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ
أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ
وَعِرْضُهُ وَمَالُهُ، إِنَّ اللهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَامِكُمْ،
وَلاَ إِلَى صُوَرِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوْبِكُمْ وَ
أَعْمَالِكُمْ
“Hati-hati kalian dari persangkaan yang buruk (zhan)
karena zhan itu adalah ucapan yang paling dusta. Janganlah kalian
mendengarkan ucapan orang lain dalam keadaan mereka tidak suka.
Janganlah kalian mencari-cari aurat/cacat/cela orang lain. Jangan kalian
berlomba-lomba untuk menguasai sesuatu. Janganlah kalian saling hasad,
saling benci, dan saling membelakangi. Jadilah kalian hamba-hamba Allah
yang bersaudara sebagaimana yang Dia perintahkan. Seorang muslim adalah
saudara bagi muslim yang lain, maka janganlah ia menzalimi saudaranya,
jangan pula tidak memberikan pertolongan/bantuan kepada saudaranya dan
jangan merendahkannya. Takwa itu di sini, takwa itu di sini. ” Beliau
mengisyaratkan (menunjuk) ke arah dadanya. “Cukuplah seseorang dari
kejelekan bila ia merendahkan saudaranya sesama muslim. Setiap muslim
terhadap muslim yang lain, haram darahnya, kehormatan dan hartanya.
Sesungguhnya Allah tidak melihat ke tubuh-tubuh kalian, tidak pula ke
rupa kalian akan tetapi ia melihat ke hati-hati dan amalan kalian. ”
(HR. ِAl-Bukhari no. 6066 dan Muslim no. 6482)
Imam
As-Syafii rahimahullah berkata :
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَقْضِيَ لَهُ بِالْحُسْنَى,
فَلْيُحْسِنْ بِالنَّاسِ الظَّنَّ
“Barangsiapa yang ingin Allah menganugrahkan
baginya husnul khootimah maka hendaknya ia berhusnudzon kepada
orang-orang” (Mawaa’idz Al-Imaam As-Syafii)
Seakan-akan Imam Syafii mengingatkan bahwasanya berbaik
sangka kepada orang lain akan menjauhkan seseorang dari banyak kedzoliman dan
dosa besar yang muncul dari berburuk sangka, seperti ghibah dan namimah, serta
praktek pemboikotan/hajr yang keliru..dll.
Selain itu orang yang mampu senantiasa untuk
berhusnudzon maka akan senantiasa memiliki hati yang lembut…sayang kepada
saudaranya…jauh dari hasad….tidak merendahkan orang lain..dll
Bakr bin Abdillah Al-Muzani rahimahullah berkata:
إيَّاك مِنَ الْكَلاَمِ مَا إِنْ أَصَبْتَ فِيْهِ
لَم تُؤْجَرْ، وَإِنْ أَخْطَأْتَ فِيْهِ أَثِمْتَ، وَهُوَ سُوْءُ الظَّنِّ
بِأَخِيْكَ
Waspadalah engkau dari perkataan yang jika engkau
benar pada perkataan tersebut maka engkau tidak mendapatkan pahala, namun jika
engkau salah maka engkau berdosa, yaitu suudzzon (berburuk sangka) kepada
saudaramu” (Tahdziib At-Tahdziib 1/425)
Akan tetapi yang lebih tepat –wallahu a’lam- bahwasanya
barangsiapa yang berburuk sangka maka ia tetap berdosa, meskipun persangkaannya
Kategori :
Ustadz Sulaiman Abu Syeikha
Sumber : http://abusyeikha.blogspot.com/2014/01/utamakan-husnudhon-jauhi-suudhon.html