Janganlah Engkau Berdebat ….

Larangan Berdebat dalam Masalah Agama

السـلام عليكم و رحمة الله و بركاتــــــــه 

Alhamdulillah atas karunia ini semua , langsung saja ketika menjelajahi   dumay ini  ,  kita lihat banyak sekali perdebatan2 yang tdk   berdasarkan ilmu agama , bahkan yang berdebatpun tidak kapabilitas   dan tidak kapasitas sebagai orang alim dan  tidak memiliki ilmu agama yang bagus karena ini mari kita tingalkan debat tanpa ilmu krn ilmu agama ini bukan utk diperdebatkan akan tetapi utk diamalkan berikut nukilan perkataan para ulama tentang jeleknya debat tanpa ilmu :

Ahlus Sunnah wal Jama’ah Melarang Perdebatan dan Permusuhan Dalam Agama.

Karena
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang dari hal tersebut.
Dalam Ash-Shohihain dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau
bersabda :

اِقْرَأُوْا الْقُرْآنَ مَا ائْتَلَفَتْ عَلَيْهِ قُلُوْبُكُمْ فَإِذَا اخْتَلَفْتُمْ فَقُوْمُوْا عَنْهُ
“Bacalah Al-Qur`an selama hati-hati kalian masih bersatu, maka jika kalian sudah berselisih maka berdirilah darinya”.

Dan dalam Al-Musnad dan Sunan Ibnu Majah –dan asalnya dalam Shohih Muslim- dari ‘Abdullah bin ‘Amr :

أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ وَهُمْ يَخْتَصِمُوْنَ
فِي الْقَدْرِ فَكَأَنَّمَا يَفْقَأُ فِي وَجْهِهِ حُبُّ الرُّمَّانِ مِنَ
الْغَضَبِ، فَقَالَ : بِهَذَا أُمِرْتُمْ ؟! أَوْ لِهَذَا خُلِقْتُمْ ؟
تَضْرِبُوْنَ الْقُرْآنَ بَعْضَهُ بِبَعْضٍ!! بِهَذَا هَلَكَتِ الْأُمَمُ
قَبْلَكُمْ

“Sesungguhnya
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar sedangkan mereka
(sebagian shahabat-pent.) sedang berselisih tentang taqdir, maka
memerahlah wajah beliau bagaikan merahnya buah rumman karena marah, maka
beliau bersabda : “Apakah dengan ini kalian diperintah?! Atau untuk
inikah kalian diciptakan?! Kalian membenturkan sebagian Al-Qur’an dengan
sebagiannya!! Karena inilah umat-umat sebelum kalian binasa”.

Bahkan
telah datang hadits (yang menyatakan) bahwa perdebatan adalah termasuk
dari siksaan Allah kepada sebuah ummat. Dalam Sunan At-Tirmidzy dan Ibnu
Majah dari hadits Abu Umamah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata :
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوْا عَلَيْهِ إِلاَّ أُوْتُوْا الْجَدَلَ، ثُمَّ قَرَأَ : مَا ضَرَبُوْهُ لَكَ إِلاَّ جَدَلاً
“Tidaklah
sebuah kaum menjadi sesat setelah mereka dulunya berada di atas hidayah
kecuali yang suka berdebat, kemudian beliau membaca (ayat) “Mereka
tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud
membantah saja””.

Imam
Ahmad rahimahullah berkata : “Pokok-pokok sunnah di sisi kami adalah
berpegang teguh dengan apa yang para shahabat Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam berada di atasnya dan mencontoh mereka. 

Meninggalkan
semua bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat. Meninggalkan permusuhan dan
(meninggalkan) duduk bersama orang-orang yang memiliki hawa nafsu. Dan
meninggalkan perselisihan, perdebatan dan permusuhan dalam agama”.

Perdebatan Yang Tercela:
Yaitu
semua perdebatan dengan kebatilan, atau berdebat tentang kebenaran
setelah jelasnya, atau perdebatan dalam perkara yang tidak diketahui
oleh orang-orang yang berdebat, atau perdebatan dalam mutasyabih (1)
dari Al-Qur’an atau perdebatan tanpa niat yang baik dan yang semisalnya.

Perdebatan Yang Terpuji:
Adapun
jika perdebatan itu untuk menampakkan kebenaran dan menjelaskannya,
yang dilakukan oleh seorang ‘alim dengan niat yang baik dan konsisten
dengan adab-adab (syar’iy) maka perdebatan seperti inilah yang dipuji.
Allah Ta’ala berfirman :

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”. (QS. An-Nahl : 125)

Dan Allah Ta’ala berfirman :

وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik”. (QS. Al-‘Ankabut : 46)

Dan Allah Ta’ala berfirman :

قَالُوا يَانُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ
“Mereka
berkata: “Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan
kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah
kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk
orang-orang yang benar”.
(QS. Hud : 32)

Contoh-Contoh Perdebatan Syar’i:
Allah
Ta’ala mengkhabarkan tentang perdebatan Ibrahim ‘alaihis shalatu
wassalam melawan kaumnya dan (juga) Musa ‘alaihis shalatu wassalam
melawan Fir’aun.

Dan dalam
As-Sunnah disebutkan tentang perdebatan antara Adam dan Musa ‘alaihimas
shalatu wassalam. Dan telah dinukil dari salafus shaleh banyak
perdebatan yang semuanya termasuk perdebatan yang terpuji yang terpenuhi
di dalamnya (syarat-syarat berikut) :
1.    Ilmu
(tentang masalah yang diperdebatkan-pent.). 
2.    Niat (yang
baik-pent.). 
3.    Mutaba’ah. 
4.    Adab dalam perdebatan.

Larangan Berdebat dan Jidal Ahli Kalam

Sebelum
kita menyimak apa yang dikatakan para ulama tentang perdebatan, kita
hendaknya meresapi kandungan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَا
ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوا عَلَيْهِ إِلَّا أُوتُوا الْجَدَلَ
ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَذِهِ
الْآيَةَ: مَا ضَرَبُوهُ لَكَ إِلَّا جَدَلًا بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ

“Tidak
ada satu kaum yang tersesat setelah mendapat petunjuk, melainkan karena
mereka suka berjidal (debat untuk membantah).” Kemudian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat: “Mereka tidak memberikan
perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja,
sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar. [Az-Zuhruf: 58]”
(HSR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)

 I. Perkataan Imam Asy-Syafii rahimahullah
1. Imam Ahmad rahimahullah meriwayatkan tentang Imam Asy-Syafii rahimahullah:

وَكَتَبَ
إلَيْهِ رَجُلٌ يَسْأَلهُ عَنْ مُنَاظَرَة أَهْلِ الْكَلَامِ ،
وَالْجُلُوس مَعَهُمْ، قَالَ: وَاَلَّذِي كُنَّا نَسْمَع وَأَدْرَكْنَا
عَلَيْهِ مَنْ أَدْرَكْنَا مِنْ سَلَفِنَا مِنْ أَهْل الْعِلْم أَنَّهُمْ
كَانُوا يَكْرَهُونَ الْكَلَامَ وَالْخَوْضَ مَعَ أَهْل الزَّيْغ
وَإِنَّمَا الْأَمْر فِي التَّسْلِيم وَالِانْتِهَاء إلَى مَا فِي كِتَابِ
اللَّه عَزَّ وَجَلَّ وَسُنَّةِ رَسُوله لَا تَعَدَّى ذَلِكَ
.
Seseorang
menulis surat kepada Imam Asy-Syafii menanyainya tentang berdebat
dengan ahli kalam dan duduk-duduk bersama mereka. Imam Syafii berkata:
“Yang kami dengar dan kami dapati dari salaf (pendahulu) kami dari para
ulama, bahwa mereka membenci ilmu kalam dan berdebat dengan orang-orang
menyimpang. Agama itu hanyalah dalam tunduk dan berhenti kepada apa yang
ada di Al-Qur’an dan Sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam,
tidak melampuinya.” 2. Az-Za’faroni berkata: Aku mendengar Asy-Syafii
rahimahullah berkata:

مَا نَاظَرْتُ أَهْلَ الْكَلَام إلَّا مَرَّةً وَأَنَا أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ ذَلِكَ .
“Aku
tidak mendebat ahli kalam kecuali sekali. Dan setelah itupun aku
beristighfar kepada Allah dari hal itu.” 3. Imam Asy-Syafii
rahimahullah berkata:

الْمِرَاءُ فِي الْعِلْمِ يُقَسِّي الْقُلُوبَ وَيُوَرِّثُ الضَّغَائِنَ .
“Berdebat dalam ilmu akan membuat keras hati dan mewariskan dendam.”

 II. Perkataan Al-Imam Malik bin Anas rahimahullah
1. Beliau berkata:

كُلَّمَا
جَاءَ رَجُلٌ أَجْدَلُ مِنْ رَجُلٍ تَرَكْنَا مَا نَزَلَ بِهِ جِبْرِيلُ
عَلَى مُحَمَّدٍ عَلَيْهِ السَّلَامُ لِجَدَلِهِ ، وَقَالَ عَلَيْهِ
السَّلَامُ : { عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي } الْخَبَرُ
.
“Apakah
setiap datang seseorang yang lebih pandai berdebat dari orang lain,
kami akan meninggalkan wahyu yang diturunkan Malaikat Jibril kepada Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam karena perdebatannya. Padahal
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terlah bersabda: ‘Wajib kalian
memegang teguh sunnahku’.” 2. Abul Muzhaffar As-Sam’ani berkata dalam
Kitab Al-Intishor Li Ahlil Hadits: Imam Malik rahimahullah pernah
ditanya siapa ahli bid’ah itu. Maka beliau menjawab:

أَهْلُ
الْبِدَعِ الَّذِينَ يَتَكَلَّمُونَ فِي أَسْمَاءِ اللَّهِ تَعَالَى
وَصِفَاتِهِ وَكَلَامِهِ وَعِلْمِهِ وَقُدْرَتِهِ ، وَلَا يَسْكُتُونَ
عَمَّا سَكَتَ عَنْهُ الصَّحَابَةُ وَالتَّابِعُونَ
.
“Ahli
Bid’ah adalah orang-orang yang berbicara tentang Nama-Nama Allah,
Sifat-Sifat-Nya, Kalamullah, Ilmu-Nya, dan Taqdir Allah, dan mereka
tidak diam dari perkara yang para shohabat dan tabiin diam darinya.” 3.
Imam Malik rahimahullah berkata:

لَيْسَ هَذَا الْجَدَلُ مِنْ الدِّينِ بِشَيْءٍ .
“Tidaklah jidal ini sedikitpun dari agama Islam.”  

III. Perkataan Imam Ahmad rahimahullah
1. Abdus bin Malik Al-‘Aththar berkata: Aku mendengar Abu Abdillah Ahmad bin Hambal rahimahullah berkata:

أُصُولُ
السُّنَّةِ عِنْدَنَا التَّمَسُّكُ بِمَا كَانَ عَلَيْهِ أَصْحَابُ
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالِاقْتِدَاءُ بِهِمْ
، وَتَرْكُ الْبِدَعِ ، وَكُلُّ بِدْعَةٍ فَهِيَ ضَلَالَةٌ ، وَتَرْكُ
الْخُصُومَاتِ، وَالْجُلُوسِ مَعَ أَصْحَابِ الْأَهْوَاءِ ، وَتَرْكُ
الْمِرَاءِ وَالْجِدَالِ.وَالْخُصُومَاتِ فِي الدِّينِ … لَا تُخَاصِمْ
أَحَدًا وَلَا تُنَاظِرْهُ ، وَلَا تَتَعَلَّمْ الْجِدَالَ فَإِنَّ
الْكَلَامَ فِي الْقَدَرِ وَالرُّؤْيَةِ وَالْقُرْآنِ وَغَيْرِهَا مِنْ
السُّنَنِ مَكْرُوهٌ مَنْهِيٌّ عَنْهُ لَا يَكُونُ صَاحِبُهُ إنْ أَصَابَ
بِكَلَامِهِ السُّنَّةَ مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ حَتَّى يَدَعَ الْجِدَالَ
.
“Pokok-pokok
aqidah menurut kami adalah berpegang teguh dengan yang dipegang oleh
para shohabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meneladani mereka,
serta meninggalkan bid’ah. Karena semua bid’ah itu sesat. Dan juga untuk
meninggalkan percekcokan dan duduk-duduk bersama ahlul ahwa, serta
meninggalkan perdebatan, jidal, dan percekcokan dalam agama …
Janganlah engkau cekcok dengan seorangpun dan jangan mendebatnya.
Janganlah engkau mempelajari jidal, sesungguhnya ilmu kalam dalam aqidah
seperti dalam masalah taqdir, ru’yah (melihat Allah di hari kiamat),
Al-Qur’an, dan lainnya adalah dibenci dilarang. Tidaklah pelakunya walau
dia mencocoki aqidah (yang benar) dengan ilmu kalamnya menjadi
ahlussunnah, sampai dia meninggalkan jidal.” 2. Al-‘Abbas bin Ghalib
Al-Warroq berkata: Aku berkata kepada Ahmad bin Hambal: Wahai Abu
Abdillah, aku duduk dalam satu majlis yang tidak ada yang mengetahui
sunnah selainku. Kemudian ada seorang ahli kalam ahli bid’ah berbicara,
apakah aku bantah dia?” Beliau menjawab: “Jangan engkau dudukkan dirimu
untuk demikian ini. Beritahu kepadanya sunnah dan jangan berdebat.”
Kemudian aku mengulangi perkataanku lagi, sampai beliau berkata: “Aku
tidak memandangmu kecuali seorang yang suka membantah.”

IV. Perkataan para ulama yang lain

1. Al-Auza’i rahimahullah berkata:

عَلَيْكَ
بِآثَارِ مَنْ سَلَفَ ، وَإِنْ رَفَضَكَ النَّاسُ ، وَإِيَّاكَ وَآرَاءَ
الرِّجَالِ ، وَإِنْ زَخْرَفُوا لَك الْقَوْلَ ، فَلْيَحْذَرْ كُلُّ
مَسْئُولٍ وَمُنَاظِرٍ مِنْ الدُّخُولِ فِيمَا يُنْكِرُهُ عَلَيْهِ
غَيْرُهُ .وَلْيَجْتَهِدْ فِي اتِّبَاعِ السُّنَّةِ وَاجْتِنَابِ
الْمُحْدَثَاتِ كَمَا أُمِرَ
.
“Wajib
kamu memegang atsar salaf (yang telah mendahului), meskipun orang-orang
menolakmu. Dan hati-hati kamu dari ro’yu (logika) orang-orang, meskipun
orang-orang menghiasi perkataan itu untukmu. Maka hendaklah setiap
orang yang ditanya dan yang mendebat hati-hati dari masuk ke dalam
perkara yang menyebabkan dia diingkari oleh yang lainnya. Dan
bersungguh-sungguhlah dalam ittiba’ (mengikuti) sunnah dan menjauhi
perkara-perkara baru sebagaimana diperintahkan.” 2. Al-Auza’i
rahimahullah juga pernah berkata

إذَا أَرَادَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِقَوْمٍ شَرًّا فَتَحَ عَلَيْهِمْ الْجِدَالَ، وَمَنَعَهُمْ الْعَمَلَ .
“Jika
Allah menginginkan kejelekan pada satu kaum, maka Allah akan membuka
atas mereka jidal, dan menghalangi mereka dari beramal.” 2. Al-Hasan
Al-Bashri rahimahullah -seorang tabiin- pernah ditanya: “Apakah engkau
berjidal?” Dia menjawab:

لَسْتُ فِي شَكٍّ مِنْ دِينِي
“Aku
tidak ragu dengan agamaku, (kenapa aku berjidal)?” 3. Seseorang (yang
mau mendebat) berkata kepada Ayyub As-Sikhtiyani rahimahullah: “Bolehkah
aku mengatakan kepadamu satu kata saja?” Ayyub rahimahullah menjawab:

لَا وَلَا بِنِصْفِ كَلِمَةٍ .
“Tidak, dan tidak pula walaupun setengah kata.”

Jeleknya Berdebat dan Berbantahan Mengenai Agama

1. Abul Harits berkata, saya mendengar Imam Ahmad (Abu Abdillah) berkata : “Apabila kamu lihat seseorang suka berdebat maka jauhilah dia.”..

Dan diceritakan kepadaku tentang Abu Imran Al Ashbahani ia berkata, saya mendengar Imam Ahmad berkata : “Jangan
duduk dengan orang yang suka berdebat meskipun untuk membela As Sunnah
sebab sesungguhnya yang demikian tidak akan berubah menuju kebaikan
.”

Maka jika ada yang berkata : “Anda
telah memperingatkan kami agar menjauhi perbantahan, percekcokan, debat
dan berdiskusi dan kami tahu ini adalah kebenaran dan merupakan
jalannya ulama dan para shahabat serta orang-orang yang berakal dari
kaum Mukminin dan ulama yang berpandangan tajam (memiliki bashirah).
Seandainya seseorang mendatangi saya dan menanyakan suatu perkara dari
ahwa ini yang telah nyata dan tentang madzhab-madzhab rusak yang telah
tersebar dan ia mengajak dialog dengan sesuatu yang menuntut jawaban
dari saya sedangkan saya termasuk orang yang dianugerahi Allah Yang Maha
Mulia ilmu dan bashirah untuk menjawab dan membongkar syubhatnya itu.
Apakah saya harus tinggalkan dia mengatakan apa yang dia inginkan dan
tidak dijawab dan saya biarkan dia dengan hawa nafsunya serta bid’ahnya
itu dan saya tidak membantah ucapannya yang rusak tersebut?

Maka saya katakan di sini : “Ketahuilah
saudaraku –semoga Allah merahmatimu–. Sesungguhnya ujian yang kamu
hadapi dari orang yang seperti ini tidak terlepas dari salah satu dalam
tiga hal
:

Bisa jadi ia
seorang yang Anda kenal baik jalannya, madzhabnya, dan kecintaannya
kepada keselamatan dan keinginannya untuk menuju sikap istiqamah hanya
saja ia biarkan telinganya mendengar ucapan orang-orang yang hati mereka
dihuni oleh para syaithan dan berbicara dengan berbagai ucapan
kekafiran lewat lisan mereka dan ia tidak mengetahui jalan keluar dari
bencana yang menimpanya itu maka bisa jadi pertanyaannya adalah
pertanyaan yang menginginkan bimbingan lalu ia mencari jalan keluar dari
apa yang dialaminya dan mencari obat untuk mengobati sakitnya dan bisa
jadi Anda rasakan ketaatannya dan aman dari penentangannya maka orang
yang seperti inilah yang wajib bagimu menghentikannya dan membimbingnya
menjauhi jaring-jaring tipu daya para syaithan dan hendaknya bekalmu
membimbing dan menyelamatkannya itu bersumber dari Al Quran dan As
Sunnah dan atsar yang shahih dari ulama ummat ini dari kalangan shahabat
dan tabi’in yang tentunya semua itu harus dilakukan dengan Al Hikmah
dan mau’izhah (nasihat) yang baik. Jauhilah olehmu sikap takalluf
(memberat-beratkan) terhadap perkara yang tidak kamu kenal lalu kamu
bawakan pendapatmu (ra’yu) dan berbelit-belit dalam pembahasan. Jika
kamu lakukan maka perbuatanmu ini adalah bid’ah meskipun kamu dengan
perkataanmu itu ingin (membela) As Sunnah. Karena keinginanmu menuju Al
Haq akan tetapi tidak melalui jalan yang Haq merupakan kebathilan.
Sedangkan ucapanmu tentang As Sunnah tapi tidak dengan tuntunan As
Sunnah adalah bid’ah maka janganlah kamu carikan obat untuk shahabatmu
dengan sakitnya jiwamu dan jangan harapkan keselamatannya dengan
kerusakan dirimu. Maka sesungguhnya tidak dinasihati manusia itu oleh
orang yang menipu dirinya sendiri. Barangsiapa yang tidak memiliki
kebaikan untuk dirinya sendiri maka ia tidak akan dapat memberikan
kebaikan kepada orang lain. Siapa yang Allah kehendaki menjadi baik maka
Allah berikan ia taufiq dan Allah luruskan dia dan siapa yang bertaqwa
maka Allah akan menolong dan memenangkannya.” (Al Ibanah 2/540-541 nomor
679)

2. Dari Abu Aly Hanbal bin
Ishaq bin Hanbal ia berkata, seseorang menyurati Imam Ahmad minta izin
untuk menulis kitab menerangkan bantahan terhadap ahli bid’ah dan
berdialog dengan mereka untuk membantah mereka maka Imam Ahmad
membalasnya :

Semoga Allah
memperbaiki akhir hidupmu, menghindarkanmu dari hal yang tidak disenangi
dan dihindari. Sebagaimana yang kita dengar dan kita dapatkan dari para
Ahli Ilmu bahwa sesungguhnya mereka tidak suka berdebat dan duduk
bersama ahli zaigh (yang condong kepada kesesatan, ahli bid’ah).
Bahwasanya perkara agama ini adalah menerima dan kembali (merujuk)
kepada apa yang diterangkan dalam Kitab Allah dan Sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bukan duduk bersama ahli bid’ah dan ahli
zaigh untuk membantah mereka karena sesungguhnya mereka akan mengelabui
kamu (dalam perdebatan itu) sedangkan mereka tetap tidak akan kembali.
Maka yang selamat –Insya Allah– adalah menjauhi majelis mereka dan tidak
memperdalam pembahasan (bersama mereka) tentang bid’ah dan kesesatan
mereka. Oleh sebab itu hendaknya seseorang bertakwa kepada Allah dan
kembali kepada apa yang memberi manfaat baginya pada masa mendatang
(yakni akhirat) berupa amalan shalih yang ia usahakan untuk dirinya dan
hendaknya janganlah ia termasuk orang yang mengada-adakan urusan karena
ketika perkara baru itu keluar darinya ia membutuhkan hujjah dan berarti
ia membawa dirinya kepada sesuatu yang mustahil dan ia mencarikan
hujjah bagi perkara yang ia ada-adakan itu dengan sesuatu yang haq dan
yang bathil agar ia dapat menghiasi bid’ahnya dan apa yang ia ada-adakan
itu. Dan yang lebih berbahaya lagi dari itu semua adalah kalau ia
menuliskannya dalam sebuah kitab yang memuat perkara tersebut, ia akan
menghiasinya dengan perkara yang haq dan bathil walaupun Al Haq itu
telah jelas dan bukan seperti itu. Dan kami memohon kepada Allah agar
memberi taufiq untuk kami dan kamu, Wassalamu’alaika
.” (Al Ibanah 2/471-472 nomor 481)

3. Dari Yahya bin Sa’id ia berkata, Umar bin Abdul Aziz berkata :

Siapa
yang menjadikan agamanya bahan perdebatan dan perbantahan maka ia
adalah orang yang paling sering berpindah-pindah (pemikirannya)
.” (Asy Syari’ah 62 dan Ad Darimy 1/102 nomor 304)

4. Dari Abdus Shamad bin Ma’qil ia berkata, saya mendengar Wahb mengatakan :

Tinggalkanlah
percekcokan dan perdebatan dalam urusanmu karena sesungguhnya kamu
tidak mungkin melemahkan salah satu dari dua lawanmu yaitu seorang yang
lebih (berilmu) alim darimu maka bagaimana mungkin kamu membantah dan
mendebat orang yang jelas lebih alim dari kamu? Dan seorang yang kamu
lebih alim dari dia maka apakah pantas kamu membantah dan mendebat orang
yang lebih bodoh dari kamu? Sedangkan ia tidak akan mentaati kamu,
putuslah yang demikian atasmu
.” (Asy Syari’ah 64)

5.
Dari Ma’n bin Isa ia berkata, pada suatu hari Jum’at Imam Malik bin
Anas keluar dari mesjid sambil bersandar ke lenganku, seseorang bernama
Abul Huriyyah menyusulnya ia diduga seorang Murjiah katanya :
Hai
Abu Abdillah, dengarkanlah! Saya mengajakmu bicara tentang sesuatu. Dan
saya akan membantahmu dan mengeluarkan pendapatku kepadamu.”

Beliau
berkata : “Kalau kamu mengalahkanku bagaimana?” Orang itu berkata :
“Kalau aku menang kamu ikut saya.” Kata beliau lagi : “Bagaimana jika
datang seseorang lalu mengajak kita berdebat dan mengalahkan kita?”
Laki-laki itu menjawab : “Kita ikuti dia.” Maka berkatalah Imam Malik
rahimahullah :

“Hai hamba
Allah! Allah mengutus Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam membawa
agama yang satu tapi saya melihat kamu selalu berpindah dari satu agama
ke agama yang lain
.” (Ibid 62)

6. Imam Abu Bakr Al Ajurri berkata : Jika ada yang berkata : “Apabila
seseorang telah diberi ilmu oleh Allah Azza wa Jalla lalu seseorang
mendatanginya bertanya tentang agama ini, orang itu membantah dan
mendebatnya. Bagaimana pendapat Anda bolehkah ia mendebat orang itu
sampai ditegakkan hujjah dan dibantah ucapannya?

Katakan kepadanya : “Inilah yang dilarang kita melakukannya dan inilah yang telah diperingatkan para imam kaum Muslimin yang terdahulu.”
Oleh sebab itu jika ada yang berkata : “Lalu apa yang harus kita perbuat?”

Katakan kepadanya : “Jika
ia menanyakannya kepadamu dengan pertanyaan untuk mencari petunjuk
kepada jalan yang haq tanpa ingin berdebat maka tunjukilah dia dengan
tuntunan yang berisi keterangan ilmu dari Al Quran dan As Sunnah serta
pendapat para shahabat dan para imam kaum Muslimin. Adapun jika ia ingin
berdebat denganmu dan ia membantahmu maka inilah yang tidak disukai
ulama untukmu maka jangan kamu berdialog dengannya dan berhati-hatilah
terhadapnya dalam agamamu
.”

Kemudian jika ada yang berkata : “Apakah kami biarkan mereka berbicara dengan kebathilan dan kami berdiam diri dari mereka?

Katakan kepadanya : “Diamnya
kamu dari mereka (tidak memperdulikan mereka), menyingkirnya kamu dari
mereka jauh lebih menyakitkan bagi mereka daripada kamu berdiskusi
dengan mereka, demikianlah yang dikatakan Salafus Shalih
.”

Sumber :
Kilauan Mutiara Hikmah Dari Nasihat Salaful Ummah, terjemah dari kitab
Lamudduril Mantsur minal Qaulil Ma’tsur, karya Syaikh Abu Abdillah Jamal
bin Furaihan Al Haritsi.
http://www.alquran-sunnah.com/home/dilarang-berdebat-dalam-agama.html

 
Kategori :
Ustadz Sulaiman Abu Syeikha
Sumber : http://abusyeikha.blogspot.com/2014/01/janganlah-engkau-berdebat.html

Pos Terkait

Mulai mengetik pencarian Anda diatas dan tekan enter untuk mencari. Tekan ESC untuk batal.

kembali ke Atas
Riyadhush Shalihin Bab 53 7-10 | Ustadz Mochamad Taufiq Badri Lc
Tafsir Surat adh Dhuha 11 | Ustadz Mochamad Taufiq Badri, Lc.
Riyadhush Shalihin Bab 53 Hadits 1-6 | Ustadz Mochamad Taufiq Badri, Lc.
Tafsir Surat Adh Dhuha 8-10 | Ustadz Mochamad Taufiq Badri, Lc.
Kajian Ilmiyyah Rutin Masjid Al-Khoyr Al-Islamy
Jadwal Kajian Rutin di Magetan
Alternatif Bagi Yang Dzikir Secara Tergesa-gesa
Sembilan Faedah Surat al-Fatihah (2)
Sembilan Faedah Surat al-Fatihah (1)
Faedah Seputar Basmalah
Apa yang Dibutuhkan Oleh Hati
Jeleknya Orang yang Meninggalkan Shalat
Jangan Mencela Masa
Jangan Merasa Tinggi dan Angkuh
Mulai Chat
1
Butuh Bantuan?
Ahlan.. Hubungi kami apabila ada yang ditanyakan.